Perkembangan Studi Islam di Indonesia #Bagian II

Pada postingan sebelumya, mengenai perkembangan studi Islam di Indonesia masih membahas mengenai bagaimana studi Islam dibilang mengalami sebuah kemajuan -faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuannya. 

Namun, pada bagian ini akan membahas hal yang berlawanan dengan sebelumnya, karena memang nyatanya semua tidak akan selalu berjalan dengan mulus. Banyak pula faktor mempengaruhi  situasi yang ada dan mungkin justru berpotensi menciptakan kemunduran dalam studi Islam yang telah ada.

Pertama adalah karakter penduduk Indonesia saat ini. Kemajuan teknologi dan arus globalisasi merupakan sesuatu yang tidak bisa dibendung. Semua masyarakat di belahan dunia pasti mau tidak mau pasti merasakannya, termasuk Indonesia. Akan tetapi sangat disayangkan, masyarakat kita saat ini banyak yang terlena akan kemajuan teknologi yang ada,  terutama para generasi muda. 

Produk-produk kemajuan teknologi seperti internet, media sosial, dan lain sebagainya, yang bisa menjadi sumber informasi, buku-buku, pemikiran-pemikiran ahli, sehingga mendukung peningkatan studi Islam, ternyata penggunaanya masih belum pada taraf yang optimal, justru malah banyak disalah gunakan. Apabila hal ini dibiarkan tentu dapat menciptakan generasi muda yang acuh akan studi Islam, nilai-nilai ke-Islaman pun akan pudar, sehingga semangat para pendahulu dalam membangkitkan studi Islam seolah akan terasa sia-sia.

Selanjutnya adalah apa yang sebenarnya telah disebutkan dalam bagian I, yaitu keberadaan orientalisme. Menurut Edward Said, setidaknya ada tiga kecenderungan yang umum terjadi dalam kajian orientalisme tentang Islam.[1]Pertama, menganalogikan Islam dengan Kristen. Kedua, orientalisme bersifat politis, oleh penguasa dimanfaatkan untuk kepentingan imperialisme. Ketiga, produk orientalisme cenderung tidak objektif, meskipun ada juga yang jujur. 

Kita memang tidak bissa menggeneralisasi bahwa semua orientalis -Sebutan bagi mereka yang mempelajari Islam tetapi tidak beragama Islam- berdampak buruk bagi studi Islam, namun berkaca dari yang disampaikan Edward Said, setidaknya harus senantiasa waspada dan selektif atas apa yang menjadi sumber dalam studi Islam.

Yang telas disebutkan diatas merupakan satu faktor internal dan satu faktor eksternal yang dinilai sangat mendasar, yang sangat besar kemungkinannya untuk terajdi .Oleh karena itu harus benar-benar menjadi perhatian. Hadirnya kerikail dan batu dalam perjalanan memajukan studi Islam di Indonesia bukan hal yang dapat dihindari, akan tetapi harus dihadapi dan meminimalisir dampak buruk yang dihasilkan



[1] Edward Said, al-Istisyra>k al-Mafa>hi>m al-Gharbiyyah li al-Syarq, Terj. Muhammad
Anani, (Cairo: Ru’ya li al-Nasyr wa al-Tauzi>’, 2006), 126.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402), Laptop Idaman Jurnalis

JUMANJI: Dulu dan Sekarang

Dongeng Malam Minggu ku...