THE SHAPE OF WATER: Oscar's film that shocked me!!


Hai readers...
Balik lagi seperti biasa,  karena hari ini Minggu, artinya edisi review film..
yeay!!!!

So Let's Start!
Kemaren sebenernya ada 2 film yang aku tonton.
Entah mungkin karena suasana lagi mendukung, jadi langsung dua film sekaligus. Hahaha
Dua film itu adalah The Greatest Showman dan The Shape of Water.
But kali ini aku bakal review tentang The Shape of Water...


Kenapa Shape of Water?

Oke, sebelum aku review aku mau cerita sedikit alasan kami memilih film ini.
Jadi, film ini menang kategori Film Terbaik Oscar guys.. dan selain itu, ternyata dia juga jadi nominasi di 13 kategori lainnya, yaitu Best Picture, Best Director, Best Actress, Best Supporting Actor, Best Supporting Actress, Best Original Screenplay, Best Original Score, Best Sound Editing, Best Sound Mixing, Best Production Design, Best Cinematography, Best Costume Design, dan Best Film Editing.

Akhirnya, tanpa baca info film dan review-review yang udah ada langsunglah kami nonton film itu.

Background Film

Film yang rilis 22 Desember tahun lalu itu dibuka dengan sangat menarik. Ada sesosok wanita dan perabotan rumah tangga di sekelilingnya melayang-layang di dalam hijaunya air laut. Di scene itu juga dimulailah narasi cerita.

Film karya Guillermo del Toro ini punya time background tahun 1960-an, yang mana saat itu antara Amerika sama Rusia terjadi perang dingin.  Ceritanya, ada seorang peremuan bisu, Elisa yang sehari-harinya bekerja sebagai cleaning service di sebuah laboratorium milik pemerintah. Nah suatu hari ada objek penelitian baru yang didatangkan ke laboratorium, yaitu sejenis kayak manusia ikan yang ditemukan di daerah hutan tropis Amazon. Penelitian makhluk ini itu sebenernya buat cari potensi dari si amphibian-man ini kira-kira bisa gak dijadiin senjata ngelawan Rusia. Soalnya, selama di daerah Amazon itu, banyak penduduk loka yang kayak mengagungkan makhluk itu, sebab dia dinilai punya kemampuan magis selayaknya Tuhan.

Tibalah inti dari cerita film, yaitu....

Sosok Elisa yang jatuh cinta sama makhluk amfibi tadi.
Serius ini itu part yang greget banget. Aku gak nyangka kalo bisa sampe level “jatuh cinta”
Jadi gini, si makhluk amfibi itu selama di lab ternyata dapet perlakuan yang gak mengenakkan. Ya, ada salah satu tokoh yang doyan banget nyiksa dia dengan alat setrum gitu. Lah jelas makhluk apapun itu kalo disakiti pasti bakal berontak kan. Sampai suatu malam, si makhluk itu bales nyakitin manusia jahat ini sampe-sampe jari-jarinya putus. Lantas, masuklah Elisa dan satu orang kawannya buat ngebersihin sisa-sisa darah pertempuran tadi.

Dan disitulah kisah mereka berdua di mulai. Awalnya, kek kenalan gitu.. lama kelamaan mereka berdua jadi akrab. Si Elisa ini rasjin banget bawain telor rebus buat amphibian-man, malahan mereka sampe dinner bareng ditemeni alunan musik jazz. Wkwkwkw.. ngakak sumpah part ini.
Image result for the shape of water
Ya, sampai titik itu aku masih bisa menerima. Wajar saja jika kemudian mereka jadi deket. Elisa, seolah-olah dapat memahami gimana sakitnya penyiksaan yang dialami amphibian-man itu. Ya, mungkin karena keadaannya yang bisu itu. dia megerti gimana jadi seseorang yang karena “kebisuannya” kemudian dikucilkan dan mungkin disakiti oleh banyak orang disekitarnya. Sama kayak si Amphibian-man, dia disakiti-diserang, tapi tidak bisa mengungkapkan rasa sakitnya itu. Nyambunglah mereka berdua ini.








Karena gak tega terus disakiti dan bahkan mau dibunuh, akhirnya muncullah sebuah usah untuk membebaskan si amphibian-man ini. Gak sendiri, Elisa dibantu oleh salah satu profesor peniliti –yang disitu dicurigai bagian dari Rusia, lelaki sebelah flat mililnya, dan yang gak ketinggalan salah satu kawan kerjanya yang sempet ku sebut di awal tadi.

Usaha untuk meloloskan si amphibian-man dari kematian akhirnya berhasil. Untuk sementara waktu, si amhibi-man ini tiggal di dalam bathup nya Elisa. Nekad gak tuh? Haha..
Dan scene ternyata berlanjut ke kisah romantisme mereka berdua. Artinya, bagian yang menggangu telah di mulai. Gak Cuma aku, mbak-mbak kos ku yang lain juga ternyata merasakan hal yang sama. Yaitu shock, confused, dan disgusted. Ini tuh udah kelewat dari Beauty and The Beast guys... lol. I don’t really know what happened, yang jelas kita tuh banyak aksi skip-skip di sini –you must be know what I mean, right ;) Secara kami masih polos, dan menurut kami ini bener-bener wahhhh...  I have no word to describe this part, seriously..

Setelah banyak scene mengenai romansa mereka berlalu, ya.. akhirnya si bad man tadi tau siapa yang ada dibalik hilangnya amphibian-man tadi. Mulailah adegan-adegan tembak-menembak, kejar-kejaran, perlawana yang berdarah-darah. Sampai akhirnya....  si Elisa tadi juga ikut ketembak. Ya, amphibian-man juga ketembak, tapi dia punya kemampuan self-healing. semua disitu sedih, dan endingnya adalah... si Elisa dibawa masuk ke air oleh si amphibian-man. 

Entahlah, jujur untuk bisa sampai di akhir film ini adalah bagian yang cukup sulit bagiku. Ya udah males aja sama ceritanya. But, kami mencoba untuk kuat. Ya, emang sih kami juga banyak skip di scene-scene akhir. Pengen langsung tau aja gimana ending itu film. Dan benar.. ending yang sangat, hah apa ya.. Cuma bisa nyengir aja aku ketika ngeliat endingnya.

Makin Shock Setelah Nonton The Shape of Water

Minggu paginya buru-burulah aku  buka gugel, ya penasaran dong gimana review orang lain tentang film ini. And the result is.... I’m totally shocked!!! Komen-komen yang kubaca tentang film ini itu beda banget dengan yang ku rasain. Most of them said “Great”, “Fascinating”, “Marvellous”, dan yang lainnya tapi masih dalam nada yang sama. Ada sih aku nemu satu web, dia bilang ada sedikit kekecewaan nonton film itu, tapi tetep aja ujung-uungnya dia masih bisa bilang bagus. 

Nah karena belum puas, ku coba search lagi.. “Ya, kali aja itu emang seleranya orang barat, coba kalo Indo gimana..” Dang, ketika mesin pencarian kuketikkan dengan kata berbahasa Indonesia, ternyata.... hasilnya sama. Hahahahaha.. Yang pada muncul isinya komen tu film bagus dan menarik. Sementara kek aku dan mbak kosku pada ngerasa sebaliknya. APAKAH ADA YANG SALAH DENGAN SELERA FILM KAMI??

Kucoba baca-baca lagi, ya aku menyadari tidak ada pihak yang salah. Setiap orang toh memiliki selera maasing-masing. Apa lagi memang review-review yang kubaca sebagian besar menyertakan label “Adult Fairy Tale” pada film tersbut. Ya jelas aja kalo orang macam kami –aku dan mbak2 kos ku kurang bisa enjoy the film. Lol

The GOOD Point

Well, lets forget about the story line. Untuk perwujudan filmnya sendiri, ya aku sependapat dengan yang lain. terutama aku salut banget buat  karakter amphibian-man yang ternyata bukan full hasil CGI. Kostum yang dipake bener-bener ada dan dibikin detail banget. Mereka make CGI mostly cuma di bagian-bagian yang emang buat nunjukin micro expression dari tokoh tersebut. Nah selain itu aku paling suka di scene awal, yang underwater living room. Dari artikel-artikel yang kubaca, bisa kebayang pasti ribet banget.

Dan yang paling PENTING, meskipun aku tidak benar-benar enjoy dengan jalan ceritanya selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari setiap film yang habis ditonton. And for me, hikmah utamanya adalah... SELALU INGET BUAT BACA REVIEW ORANG LAIN SEBELUM NONTON. Jadi kita bisa bener-bener punya gambaran tentang film itu, dan bisa enjoy. Biar gak ada acara skip-skip pas nonton. Hehehehe...


Last but not least..

Thank you buat yang udah baca sampai sejauh ini. Kalo dicermati lagi, paragraf-paragraf di atas kayaknya lebih cocok disebut komen pribadi deh daripada review film, ya gak? 

Oke, karena sepakat dengan istilah komen pribadi, artinya semua yang diatas adalah OPINI. So if you don't agree with my opinions, just share yours in the comment column below...

Sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya... :)



*Sumber gambar: Google

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402), Laptop Idaman Jurnalis

JUMANJI: Dulu dan Sekarang

Dongeng Malam Minggu ku...