Saring Sebelum Sharing!


sumber: google.com

               
Pesta Demokrasi yang rutin digelar lima tahun sekali kian dekat di depan mata. Tanggal 17 April 2019, akan menjadi salah satu momen bersejarah dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Sebab  presiden dan wakil presiden serta para wakil rakyat bangsa Indonesia periode lima tahun medatang akan ditentukan.

Menjelang pemilu, media massa dan media sosial tidak pernah absen menyajikan beragam informasi dan berita terkait topik tersebut. Keberadaan media massa mainstream seperti koran, radio, dan televisi, serta media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan Whattsapp menjadikan informasi begitu mudah dan cepat tersebar. Masyarakat begitu antusias. Pemilu 2019 menjadi topik yang semakin hangat untuk diperbincangkan, tidak hanya di dunia nyata melainkan juga dunia maya.

Keberlimpahan informasi yang demikian sekilas nampak menguntungkan. Dalam masa pemilu saat ini misalnya, masyarakat dapat dengan mudah mengetahui beragam informasi mengenai para kandidat dalam kancah pemilu. Mulai dari profil, visi-misi, rekam jejak, hingga gerak-gerik keseharian mereka. Hal tersebut dapat membantu masyarakat memutuskan kandidat pilihannya. Bak gayung bersambut, keadaan demikian juga turut dimanfaatkan oleh para kandidat dan tim suksesnya. Media sosial berkembang menjadi lahan yang tidak luput dari aktivitas kampanye mereka.

Situasi tersebut lantas berubah menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat, terutama pengguna sosial media. Masyarakat harus lebih cerdas dalam menilai kebenaran dari setiap informasi yang hadir dihadapan mereka. Sebab kenyataanyaa ada saja pihak tidak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi keliru atau hoax. Hoax dibuat untuk mempengaruhi pikiran serta tindakan dari penerima informasi demi keuntungan pembuat informasi.

Maraknya hoax di tahun politik.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan, hingga bulan Oktotober 2018 sudah ditemukan lebih dari 1.000 berita hoax menyangkut politik, kedua calon presiden dan wakil presiden serta instrumen politik lainnya yang tersebar dari awal masa kampanya (news.detik.com: “Kemenkominfo: Ada 1.000 Berita Hoax Selama Masa Kampanye Pemilu”).  Jumlah tersebut bertambah seiring memasuki tahun 2019. Salah satunya mengenai tujuh kontainer surat suara tercoblos, yang menghebohkan khalayak luas di awal Januari 2019 (news.detik.com: “Geger 7 Kontainer Surat Suara Tercoblos ”)

Tigginya persebaran hoax tentu sangat merugikan banyak pihak. Berita hoax berisikan kebohongan dan fitnah yang dapat mempengaruhi opini publik, memunculkan prasangka, hasutan, kebencian dan ketidak percayaan dalam diri penerima informasi. Publik terpecah belah, akibat adu domba yang sengaja dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu demi kepentingan politik mereka.

Perpecahan yang terjadi dalam Pemilu 2019 sungguh nyata adanya, terutama dalam persoalan pilihan presiden dan wakil presiden. Terjadi polarisasi diantara sebagian besar pendukung kedua pasangan calon. Ujaran kebencian yang dilontarkan masing-masing pihak makin bertebaran, sikap-sikap intoleran tanpa malu-malu dilakukan.  Akibatnya, masyarakat dipenuhi rasa takut, risau, dan resah.  Kedamaian dalam perhelatan Pemilu 2019 seolah hanya sekadar angan.

Perbedaan pendapat sejatinya lumrah terjadi dalam masa pemilu seperti saat ini, namun hal tersebut tidak boleh dibiarkan karena mengancam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Konflik terkait Pemilu 2019 harus segera diredam supaya tidak menjadi konflik berkepanjangan. Jika hal demikian terjadi, bangsa yang berdaulat ini akan tercerai-berai dan terhambat pembangunan nasionalnya, dimana pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran dan keseriusan semua pihak untuk menekan laju penyebaran hoax.

Upaya membendung persebaran hoax.

Beragam upaya dapat dilakukan, utamanya dengan meningkatkan budaya baca dan literasi masyarakat Indonesia. Karena berdasarkan studi “Most Littered Nation in The World” oleh Central Connecticut State University tahun 2016, minat baca masyarakat Indonesia menempati posisi ke-60 dari 61  negara (Kompas.com: "Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia"). Sementara menurut UNESCO (2003) literasi dikaitkan dengan kemampuan mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Dapat dibayangkan, ketika minat baca saja rendah, bagaimana dengan kemampuan literasi masyarakat. 

Di era informasi yang begitu cepat dan masif seperti saat ini, masyarakatpun dituntut untuk cepat. Sehingga tidak jarang masyarakat memilih untuk membaca sekilas, tidak secara menyeluruh hingga alinea terakhir. Bahkan fenomena yang juga terjadi adalah tidak banyak pembaca yang terburu-buru menarik kesimpulan, meski baru membaca judulnya. Sementara belakangan ini banyak judul yang sengaja dibuat provokatif dan bombastis.

Selesai membaca, amat perlu untuk memastikan sumber dari berita tersebut. Harus senantiasa diingat bahwa dalam dunia maya, siapa saja bisa memproduksi, menyebarkan, dan mengonsumsi berita. Sehingga mengetahui kredibilitas dari suatu sumber informasi sangatlah penting. Pembaca harus mau bertanya pada diri sendiri, siapa pembuat informasi ini?, dari mana informasi ini berasal? Apakah portal media online atau akun penyebar berita tersebut terpercaya?.

Lebih lanjut, pembaca harus mau meneliti isi dari informasi tesebut. Terutama tentang objektivitas dan kredibilitas sumber referensi data yang digunakan. Juga tidak boleh terlewat untuk memeriksa kapan referensi atau sumber yang digunakan itu dibuat. Apakah referensi tersebut aktual atau tidak.

Seusai melewati tahapan-tahapan di atas, barulah kita dapat memutuskan percaya atau tidak terhadap informasi tersebut. Apabila bukan hoax dan dirasa bermanfaat bagi orang lain, silahkan sharing. Namun  jika sebaliknya, kita harus menghentikan persebaran hoax tersebut.

Setiap media informasi memiliki sarana untuk pelaporan informasi hoax. Misalnya, media sosial Facebook yang menyediakan fitur Report Status, Google dengan fitur feedback, dan Twitter melalui fitur Report Tweet. Diluar itu kita juga dapat melakukan pengaduan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika lewat email aduankonten@mail.kominfo.go.id, serta Masyarakat Indonesia Ati Hoax melalui data.turnbackhoax.id (kominfo.go.id: Ini Cara Mengatasi Berita “Hoax” di Dunia Maya).

Tidak ada kata terlambat untuk menghentikan hoax. Sejenak tahan jari-jemari, jangan serta-merta menekan tombol share. Saring sebelum sharing. Mari bersama-sama berperang melawan hoax demi Pemilu 2019 yang damai, berkualitas, dan bermartabat serta terwujudnya keberlanjutan pembangunan nasional bangsa Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402), Laptop Idaman Jurnalis

JUMANJI: Dulu dan Sekarang

Dongeng Malam Minggu ku...