Menyapa Surya di Jenggala
Buka-buka galeri... aku nemu beberapa gambar yang mengingatkanku pada perjalanan pertama kali naik kereta jarak dekat di kota ku. Hm, sayang kalo nguap gitu aja.. So here, Iam trying to write whta's story behind the photos. Happy Reading...
-----------------------------------------
Ahad, 10 Syawal 1439 H/24 Juni 2018
Pagi-pagi benar kami sudah bersiap untuk berangkat ke
stasiun Mojokerto. Adek, yang biasanya setelah sholat Shubuh menarik selimutnya
kembali, kali ini harus bergegas masuk ke kamar mandi, mandi dan melanjutkan
persiapan untuk perjalanan hari ini. Tak butuh waktu lama, pukul setengah 6
kami sudah berangkat menuju stasiun di kota kami.
Wuh.. Alhamdulillah,
sampe di stasiun dengan selamat. Dan beruntungnya kami masih bisa naik kereta
keberangkatan yang pertama. Hampir aja kami harus nunggu dua jam selanjutnya
untuk bisa naik kereta yang sama. Kereta api Jenggala tujuan Sidoarjo udah
nunggu, sementara kami masih ribet urusan tiket di loket Go Show. Kulihat
jadwal pemberangkatan kereta yang tercetak di tiket yang telah kami beli.. ‘wah..
bentar lagi berangkat’
Aku, adek, mbah, dan ibu buru-buru masuk ke stasiun. Petugas
karcis yang menyadari kehadiran kami, dari jauh sudah memberi sinyal melalui
raut mukanya meminta kami untuk menambah kecepatan lari kecil kami –kalo gak
mau ketinggalan kereta.
Aku memimpin sambil membawa tiket. Tiba dihadapan petugas,
aku menyerahkan 3 lembar tiket. Ya, hanya aku, adek serta mbah yang akan
melakukan perjalanan hari ini. Sementara ibuk tidak bisa ikut karena ada urusan
lain.
Aku belum sempat nge.chek gerbong tempat duduk kami. Karena
keburu, jadinya kami asal naik. Hehehe. Dan tepat ketika mbah menginjakkan kaki
di dalam gerbong, pintu gerbong kereta menutup secara otomatis. Ah syukurlah...
Masuk gerbong sembarangan, dan nyatanya keadaannya masih
sepi. Hanya ada beberapa orang, sebagian besar bangku masih kosong. Ya, melihat
raut wajah mbahku yang nampaknya masih agak ngos-ngosan karena abis lari-lari
tadi... jadinya kami duduk asal saja di bangku yang kosong, nggak peduli nomor
bangku yang tertera di tiket yang kami beli tadi. Hehehe..
Perjalanan pertama kali naik kereta jarak dekat
Mojokerto-Sidoarjo rasanya tentu berbeda. Aku sendiri dibuat kagum dengan
interior gerbong. Bersih, bantalan kursi nyaman, ac-nya kerasa juga
–temperaturnya pas untuk dipagi hari. Aku gak nyangka bisa ketemu yang beginian
di Mojokerto.
Selain kagum aku juga sempat agak kaget. Perihal speed kereta
ini. Beda banget dengan kereta yang aku biasa naikin kalo perjalanan ke Yogya.
Pelan. Dan ketika aku check di tiket jam nyampeknya.. ‘owalah pantes..
Mojoketo-Sidoarjo 45 menit’. Tapi tak
apa, sepertinya kereta Jenggala ini sepertinya memang tidak sekedar didesain
sebagai moda transportasi biasa.. tapi juga secara gak langsung bisa buat
rekreasi.
Terdengar konyol mungkin ketika menganggap perjalanan
Mojokerto-Sidoarjo saja dengan “rekreasi”. Eits, tunggu... nyatanya tidak aku
seorang yang berpendapat demikian. Tepat seperti sebuah keluarga yang ketemui
hari ini. Mereka duduk di bangku seberang sebelah kanan kami.
Lantas memangnya rekreasi yang seperti apa?
Di kanan-kiri selama perjalanan, kami bisa melihat
pegunungan yang tampat samar-samar dilengkapi pepohonan dan hamparan lahan
hijau. Tidak hanya sawah yang ditumbuhi padi, melankan juga barisan bedeng jagung,
kacang tanah, tebu, dan beberapa jenis tanaman sayur. Terkadang juga kami melintasi
lahan dimana bangunan-bangunan besar dilengkapi cerobong asap –yang bagian
pucuknya mengeluarkan asap hitam tipis, berdiri di atasnya. Juga tentunya area
pemukiman warga yang nampak tidak teratur. Dan mungkin yang bisa dibilang menjadi
highlight-nya adalah.... karena
perjalanan ini dilakukan di pagi hari, kami bisa menikmati keelokan warna
langit matahari terbit. hal yang sulit didapatkan jika berkendara lewat jalan
raya biasa.
Selama perjalanan di kereta...
Sepertinya sudah biasa bagi orang-orang yang menaiki
transportasi umum di Indonesia ini untuk saling bertegur sapa, ngobrol,
meskipun sekedar bertanya tujuan. Merasa cukup puas melihat panorama di
kanan-kiri yang tentunya tak lupa mengabadikannya lewat kamera hp, serta
bercengkrama dengan mbah dan adek, kuputuskan untuk membuka pembicaraan dengan
orang lain.
ya, keluarga yang duduk di bangku seberang sebelah kanan kami. Dalam
keluarga itu terdiri dari seorang anak laki-laki sepuluh tahunan, seorang anak
perempuan yang lebih muda dua tahun, serta seorang laki-laki berkumis dengan
potongan rambut yang mirip anak laki-laki disebelahnya –sang ayah.
Tidak kusangka mereka ternyata satu desa dengan kami,
anehnya aku tidak terlalu tau siapa mereka. Bukan aneh sih.. ya mungkin efek
aku yang selama ini idupnya cuma sekolah-rumah-sekolah-rumah. Tapi desaku kan
luas, gak kaya di kota-kota yang jarak antar rumahnya dempet-dempet gitu. Jadi
wajar kan?? #alasan wkwkwk..
Nah, giliran bahas tujuan.. Bapaknya yang pertama kali
nanya, “mau kemana?” ya aku jawab, kami menuju Sidoarjo untuk kemudian
melanjutkan perjalanan ke Madura. Tiba giliranku, aku juga bertanya hal yang
sama. Jawaban yang gak pernah ku duga... ‘Owalah mbak, ke Sidoarjo juga tapi
terus balik maneh’ .
Aku merasa gagal paham, ke Sidoarjo, terus balik. Lah?
Ngapaian? Kuperjelas lah.. aku nanya lebih lanjut, minta kejelasan atas jawaban
beliau tadi. Ya.. bapak itu menjelaskan. Dia dan kedua anaknya memang sengaja
naik Jenggala ini Cuma buat wisata aja. Wisata naik kereta api. ‘Mumpung dayohe
wis sepi, gurung mulai kerja, ngajak arek-arek rekreasi’. haha.. paham artinya
gak? Jadi, karena ini hari-H Idul Fitri udah lewat lebih dari seminggu, jadi
tamu-tamu yang berkunjung udah gak banyak, ditambah kerja si bapak juga belum
masuk, jadi ada inisiatiflah untuk mengajak anak-anaknya rekreasi.
Aku ngebatin sih, ‘Oh, ternyata yang baru pertama kali naik
Jenggala gak cuma aku.. hahaha’ tapi, seperti bisa membaca isi kepala ku, si
bapak nanya ‘sik kaitan iki ta?’. Aku pun menganggukkan kepala tanda
mengiyakan. Si bapak kemudian bercerita bahwa ini bukanlah kali pertama bagi
mereka melakukan perjalanan semacam ini. Sudah bolak-balik mereka melakukannya,
alias beberapa kali dan bisa diartikan sering. Anaknya senang dan ketagihan.
Dan yang terpenting lagi bagi si Bapak adalah fakta bahwa betapa bersyukurnya
dia bisa menyenangkan sang buah hati tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.
Ya, harga tiket kereta ini memang murah Rp 4.000,00 per
kepala. Dan... PP pula!! Alias pulang-pergi. Estimasinya nih, mereka kan
berangkat bertiga, jadi biaya yang harus dikeluarin cuma Rp 12.000,00. Mau
jajan?? Otomatis gak perlu. Gak kaya naik bus, di dalam kereta gak ada pedagang
cangcimen –kacang, kuaci, permen, haha.. Ada penjual di stasiun, banyak malah.
Deretan convinience store mulai dari asli dalam negeri sampai milik luar.
Tapi
sepertinya itu semua mereka lewati begitu daja ketika melintas di depan deretan
toko kelontong modern itu. Dan benar.. kulihat mereka telah siap sedia
perbekalan. Ciki-ciki lima ratusan –jajanan pasar, snack anak-anak, kerupuk
tempe, roti kemasan Ramayana, serta beberapa gelas teh cup.
Wajah kedua anak bapak itupun juga tak lepas dari
pengamatanku.. ya, wajah mereka sumringah. Si adik tangan kanannya memegang
lembaran kerupuk tempe, sementara tangan kirinya menggenggam teh cup dilengkapi
sedotan plastik. Mulutnya tidak berhenti mengunyah, sambil matanya tertuju ke
arah luar lewat jendela disebelah kirinya.
Di hadapannya ada sang kakak yang
kedua tangannya tidak memegang apa-apa, matanya menuju arah jendela, raut
wajahnya nampak serius mengamati apa yang ada dibalik jendela tersebut. Menyiratkan
rasa penasaran, seolah baru pertama kali melihatnya. Ditambah terpaan sinar
matahari terbit... mereka nampak samar-samar, seolah ada efek ‘dreamy’ ketika
aku menyaksikan keluarga kecil ini dari tempat dudukku. Suasana yang menentramkan
hati. Ikutan seneng ngeliatnya..
Menyaksikan mereka membuatku sedikit merenung. Betapa menjadi
bahagia itu sebenarnya mudah. Tergantung definisi bahagia yang ingin kita
ciptakan. Dan anak-anak itu, jika dibandingkan dengan adek ku, dan aku... hm, aku bertanya pada diriku sendiri,
‘apakah ketika kami menaiki kereta ini untuk yang ketiga, keempat, atau kelima
kalinya, masih bisa merasakan keasyikan seperti pertama kali atau kedu kali
menaiki Jenggala ini –seperti mereka??’ hm, entahlah.. aku sendiri ragu
menjawabnya...
Tidak terlalu lama sejak percakapan kami yang terakhir, gerak
kereta mulai melambat. Pantas saja, ketika kulihat papan LED didalam gerbong
tersebut bertuliskan “Stasiun Sidoarjo Kota”, stasiun pemberhentian terakhir
kereta Jenggala. Aku secara resmi mengakhiri percekapan kami dengan mengucap ‘monggo
Pak’ diiringi anggukan kepala.
Aku kembali ke adek dan mbah. Mereka berdua
ternyata juga telah bersiap untuk turun. Kereta semakin melambat hingga
mencapai kecepatan nol. Pintu gerbong kembali terbuka. Untuk yang terakhir kalinya
sebelum meninggalkan gerbong dan berpisah dengan keluarga tadi, aku kembali
menolehkan kepala ke arah mereka. Si bapak juga ternyata mengangkap sinyal
mataku, refleks aku menganggukkan kepala dan tersenyum kepada beliau.
Kami bertiga berjalan menuju pintu gerbong, turun dari
kereta api, dan bejalan menuju pintu keluar stasiun. “Sebuah pengalaman pertama
naik Jenggala yang menyenangkan” batinku..
"Small things create big happiness"
------------------------------------------------
bonus photos :
ini adik sama mbah candid loooo.. hahaha, I was taking the picture while they're enjoy the view
Last but not least..
Happy SUNDAY everyone.. DON'T FORGET TO BE HAPPY :)
thanks for reading, don't forget to leave a comment ;)
Pas masih seumuran adeknya mbak sit, kalau libur sekolah ku diajak ke ladang, kata ayah sih rekreasi, tapi memang aku menikmatinya, bisa makan buah2an ladang, lihat sapi dari yang baru lahir ampe emak bapaknya, pas panen kacang, betapa senangnya melihat banyak kacang yang ada di tanaman kacang itu, apa lagi pas ikutan nyabutin wuww senang sekali kalau liat gerombolan kacangnya lebih banyak daripada yang dicabut ayah, hahahaha jadi ikut cerita deh ini :v
BalasHapusWah, seru juga ternyata masa kecilnya mbak dini. Ya, agaknya kita emang perlu banget belajar dari masa kecil kita. Bagaimana setiap hal-hal kecil itu udah bikin kita seneng dan bersyukur. and btw, thank you udah berbagi cerita di kolom komen :)
Hapus