Bagi saya, terang mbulan dan martabak manis itu BEDA!

 


"Saya lebih suka terang mbulan ketimbang martabak manis".

Di suatu Sabtu malam, seorang teman memberi saya sepotong terang mbulan mini.

Ah, entahlah... Ini efek malam Minggu seorang jomblo atau memang saya yang cenderung melankolis –mudah baper, saya tidak paham. Yang jelas, ketika saya menerima pemberian terang mbulan dari seorang teman, kalimat di atas muncul di benak saya.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya...

“Lah, bedane terang mbulan karo martabak manis iki opo?”

“terang mbulan sama martabak manis, bukannya sama ya?”


Ya, bagi teman-teman yang berasal dari daerah Jawa Timuran, seperti saya, tidak akan menjumpai apa perbedaan terang mbulan dan martabak manis.

Bentuknya sama.

Pilihan topping ya sama. Bahkan sekarang lebih variatif, nggak cuma mumet di cokelat-keju-kacang.

Soal rasa? Ya jelas, makanan manis ini sama-sama enak.

Hemat saya sih, itu hanya perkara beda penyebutan. Mau terang mbulan, martabak manis, martabak Bandung, Hok Lo Pan.. Setiap penyebutan memang memiliki sejarah dan asal-usulnya sendiri-sendiri.

Lantas bagaimana? Apa yang membuat mereka berdua berbeda di mata saya?


Ya... sebelumnya, siapa saja pasti setuju, baik terang mbulan atau martabak manis dan martabak (asin) adalah favorit sejuta umat di bumi pertiwi ini.

Nah, hal tersebut juga berlaku bagi keluarga saya.

Orang tua saya, mbah saya, adik saya, saya... serumah suka. Beli malam itu, ludes malam itu juga. Pateng kemruyuk. Nggak ada ceritanya terang mbulan dianggurin lama-lama.. emangnya kamu #peace.

Metode pembelian terang mbulan di keluarga saya pun bervariasi.

Awalnya kami makan terang mbulan hanya dengan mengandalkan oleh-oleh ayah selepas bekerja... Tempat kerja ayah berada di daerah kota, jadi tidak sulit untuk mencari penjual terang mbulan.

Ah, membayangkan ayah pulang ke rumah dengan membawa kantong kresek hitam berisi terang mbulan. Masih panas... memumculkan bau semerbak, harumnya perpaduan susu kental manis Carnation, cokelat, dan keju.

Kalau sudah bawa bungkusan model begitu... sambutan kepulangan ayah selepas kerja menjadi lebih meriah dibanding jika tanpa bungkusan. Ya, faktanya... demikianlah saya dan adik saya. hihi

Atau ketika ibu bersama ayah perki ke pusat kota, untuk keperluan belanja bulanan atau yang lain... Saya dan adik saya pasti tidak pernah lupa untuk request; minta dibelikan terang mbulan.

Ya, dulunya memang tidak ada yang menjual terang mbulan di sekitar daerah desa tempat tinggal kami. Kemudian memang ada, tapi soal rasa, belum sesuai dengan lidah keluarga kami. Dan sepertinya memang tidak terlalu laku atau bagaimana... hingga akhirnya tidak berjualan lagi. Jadi ya, di atas adalah dua sumber utama dari mana terang mbulan kami berasal.

Waktu terus berjalan... Zaman berganti. Sebelumnya, di daerah desa saya mana ada supermarket indo-indoan. Hanya ada deretan pertokoan biasa. Tapi, semenjak beberapa tahun belakangan ada sebuah supermarket indo-indoan yang berdiri, di daerah sekitarnya otomatis juga berubah. Jadi lebih ramai. Deretan pertokoan yang sebelumnya hanya buka hingga sore. Kini buka hingga malam. Bahkan saat malam, makin banyak penjual makanan dan jajanan.

Salah satu di antara banyak penjual makanan, bisa ditebak, ada penjual terang mbulan dan martabak (asin). Kami otomatis antusias dengan hal tersebut. Dan bersyukur sekali, rasanya cocok di lidah kami. Ya, meskipun tidak semantap kalau beli di kota. Setidaknya jika mengalami rindu tidak terduga kepada terang mbulan, kami tidak perlu jauh-jauh ke kota.

Memang wajar, ono rego, ono rasa. Di dekat tempat kami lebih murah harganya ketimbang yang di kota. Dengan hanya merogoh kocek 10.000 (original cokelat) hingga 20.000 (spesial), terang mbulan sudah bisa dinikmati serumah.

Tidak muluk-muluk, seringnya kami beli original cokelat, atau ya... kalo sudah agak lama tidak makan terang mbulan, coklat-keju atau spesial. Itu topping andalan kami. Bukan matcha, oreo, red velvet, atau apalah itu... yang saat ini mungkin lebih banyak digemari.

Tidak hanya menunggu oleh-oleh orang tua, kami kemudian lebih sering membeli yang di dekat rumah. Biasanya saya ditemani adik saya. Uang dari ibu saya, dan adik yang memilih topping. Senangnya bukan main dikasih uang ibu untuk beli terang mbulan.

Intensitas makan terang mbulan otomatis berkurang ketika saya dan adik tidak berada di rumah. Saya harus ke Jogja, sementara adik mondok di Jombang.

Ya, saya sendiri di Jogja jarang njajan terang mbulan. Eman rasane. Mending nggo makan sehari-hari saja. Jadilah saat liburan, pulang ke rumah, tanpa menunggu uang dari ibu atau ayah, saya dan adik saya bersekongkol untuk membeli terang mbulan. Dan pastinya, yang kebagian mbayar saya. Tapi tak apalah... bisa nyenengke adik dengan hal semurah dan semudah itu tentu satu hal lagi yang patut saya syukuri.

Ya, itu tadi.. mungkin panjang lebar dan mbulet cerita saya tentang kenapa terang mbulan lebih saya sukai dari pada martabak manis.

Intinya, kata “terang mbulan” lebih mengena bagi saya. Sebab banyak kenangan manis di dalamnya.

Yang kalo dipikir-pikir saat malam Minggu gini, sebagai anak rantau, jadi kangen rumah. Pengen makan terang mbulan sama orang tua, mbah, dan adik... Aih... kok saya jadi melow sekali.haha

Tapi apa daya... belum bisa. Faktanya sekarang sedang PPKM Darurat. Belum boleh kemana-mana, stay di kosan saja.

Jadi yang saya bisa, berkat sepotong terang mbulan mini, hanya memanjatkan doa agar mereka semua sehat-sehat dan baik-baik saja di sana.

Buat teman-teman, juga.. semoga senantiasa sehat, taati prokes, dan jangan lupa doakan keluarga, saudara, siapapunlah. Pokoknya saling mendoakan. This one too shall pass.

 

-----

Kalo kalian team mana, terang mbulan atau martabak manis?

Apa ada cerita berkesan tentang makanan itu?

Yuk bagikan cerita kalian di kolom komentar di bawah. :)




*pssst... btw tulisan ini aku sengaja nulisnya "terang mbulan" bukan "terang bulan". Ya, itu menyesuaikan pengucapan kami di rumah, sebagai orang berbahasa Jawa, kalo ngomong "B" pasti depannya ada "M"-nya.. hahha.. Buat pembaca yang berbahasa Jawa, kalian juga demikian kan?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402), Laptop Idaman Jurnalis

JUMANJI: Dulu dan Sekarang

Dongeng Malam Minggu ku...